Ketika pasukan muslimin dan pasukan Musailamah
Al-Kadzdzab berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada pengikutnya, “Hari ini
adalah hari kecemburuan. Jika kalian kalah pada hari ini maka istri-istri
kalian akan menjadi tawanan dan mereka akan menjadi budak. Oleh karena itu,
berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita
kalian.” [2]
Pasukan muslimin terus maju hingga Khalid naik ke
tanah yang lebih tinggi dari Yamamah. Kemudian beliau membagi pasukannya.
Bendera kaum Muhajirin dipegang oleh Salim maula
Abu Hudzaifah. Bendera kaum Anshar dipegang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas,
sedangkan kabilah Arab yang lain menggunakan bendera sendiri.
Kemudian pasukan kaum muslimin dan orang-orang
kafir saling bertempur. Terjadilah pertempuran. Pasukan muslimin dari kabilah
Arab yang lain bisa dikalahkan. Kemudian para shahabat saling menegur sesama
mereka.
Tsabit bin Qais bin Syammas berkata, “Sungguh
amat jelek kebiasaan yang kalian berikan kepada rekan kalian.”
Lalu terdengarlah seruan dari segala arah,
“Berikanlah jalan keluar kepada kita, wahai Khalid.”
Setelah itu, kelompok Muhajirin dan Anshar
masing-masing membentuk kelompok sendiri, juga Al-Barra’ bin Ma’rur. Dahulu,
blia ia melihat perang maka ia akan gemetar. Lalu ia akan duduk di atas
tunggangannya hingga kencing di celananya. Kemudian ia akan menerjang seperti
singa.
Adapun Bani Hanifah menjalani oernga ini dengan
sungguh-sungguh. Kesungguhan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Karena itu, para shahabat saling memberikan
wasiat di antara sesama mereka. Para shahabat mengatakan, “Wahai pengahapal
surat Al-Baqarah, hari ini saaatnya pahlawan waktu sahur.”
Tsabit bin Qais membuat lubang untuk menanam
kedua kakinya di bumi hingga setengah betis setelah ia mengusapkan obat
pengawet mayat dan mengenakan kafan, dalam keadaan ia memegang panji kaum
Anshar. Ia masih terus bertahan hingga terbunuh di lubang itu.
Kaum Muhajrin mengatakan kepada Salim maula
Abu Hudzaifah, “Apakah kamu khawatir kita akan ditimpa kekalahan karena
dirimu?” Lalu Salim mengatakan, “Kalau seperti itu yang terjadi maka aku
sejelek-jelek pembawa Al-Quran.”
Zaid bin Al-Khaththab berkata, “Wahai sekalian
kaum muslimin, gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian. Teruslah,
tebaskan pedang ke arah musuh-musuhmu! Teruslah maju! Demi Allah, aku tidak
akan bicara lagi setelah ini hingga Allah mengalahkan mereka, atau aku berjumpa
dengan-Nya, lalu aku akan mengajak-Nya bicara dengan alasan-alasanku.” Kemudian
ia gugur sebagai syahid, semoga Allah meridhainya.
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai penghapal
Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan perbuatan.” Lalu ia terus maju ke
tengah pasukan musuh hingga gugur, semoga Allah meridhainya.
Khalid bin Al-Walid terus menyerang hingga
melewati pasukan musuh dan menuju ke arah Musailamah. Ia senantiasa mengintai
untuk bisa mencapai Musailamah agar bisa membunuhnya. Kemudian ia berbalik dan
berdiri di antara dua pasukan. Dia menantang untuk duel dan mengatakan, “Aku
adalah putra Al-Walid. Aku adalah putra ‘Amir dan Zaid.”
Kemudian ia mengumandangkan semboyan-semboyan
kaum muslimin. Mulalilah ia membunuh setiap pasukan musuh yang berduel
dengannya. Ia juga akan melumat semua musuh yang mendekat kepadanya. Pasukan
muslimin mulai menguasai keadaan. Lalu ia mendekati Musailamah dan menawarkan
untuk kembali kepada kebenaran. Akan tetapi, setan yang ada pada diri
Musailamah terus membisikinya, sehingga Musailamah tidak mau menerima tawaran
apa pun. Setiap kali Musailamah mencoba melakukan pendekatan, setan yang ada
padanya selalu berupa memalingkannya. Setelah itu, Khalid meninggalkan
Musailamah.
Sebelumnya, Khalid telah membagi pasukan
Muhajirin dan Anshar. Khalid memisahkan kedua pasukan ini dari pasukan muslimin
yang berasal dari kabilah Arab yang lain. Beliau juga memisahkan pasukan
berdasarkan keturunannya masing-masing. Sehingga setiap pasukan berperang di
bawah bendera komando keturunannya. Dengan cara seperti itu, maka akan segera
diketahui dari bagian pasukan yang mana kekalahan menimpa mereka. Sedangkan
para shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih terus bersabar
menghadapi keadaan yang sangat genting ini. Mereka menghadapai kobaran perang
yang belum pernah dihadapi sebelumnya.
Para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
senantiasa maju menerjang leher-leher musuh, hingga Allah memberikan kemenangan
kepada mereka. Orang-orang kafir pun lari tunggang langgang. Namun para
shahabat masih terus memerangi sisa pasukan musuh dan menebaskan pedang ke
leher-leher mereka. Para shahabat berhasil mendesak pasukan Musailamah di kebun
kematian. Hakim Yamamah, yaitu Muhkam bin Ath-Thufail -semoga Allah melaknatnya-
telah memberikan isyarat agar pasukan Musailamah memasukinya.
Lalu pasukan Musailamah masuk ke kebun kematian,
dan di dalamnya ada musuh Allah, Musailamah. Abdurrahman bin Abu Bakar berhasil
mendekati Ath-Thufail dan memanahnya sampai mengenai leher Muhkam dalam keadaan
ia sedang berceramah. Abdurrahman berhasil membunuh Muhkam.
Orang-orang Bani Hanifah menutup pintu kebun,
namun para shahabat terus mengepung mereka.
Al-Barra’ bin Malik mengatakan, “Wahai pasukan
muslimin, lemparkan aku ke arah pasukan musuh di dalam kebun.”
Kemudian, pasukan muslimin menempatkannya di atas
perisai, dan mengangkatnya dengan tombak hingga bisa melemparkannya ke arah
pasukan musuh melewati pagar. Al-Barra’ senantiasa memerangi pasukan Musailamah
yang berada di dekat pintu, hingga Al-Barra’ berhasil membuka pintu tersebut.
Kemudian pasukan kaum muslimin masuk ke dalam kebun, baik melalui atas pagar
maupun menjebol pintu-pintunya.
Pasukan muslimin terus memerangi orang-orang
murtad yang ada di dalam kebun dari kalangan penduduk Yamamah. Kemudian pasukan
Islam berhasil menuju ke arah Musailamah -semoga Allah terus melaknatnya-.
Ketika itu, ia sedang berdiri di atas pagar yang retak seakan ia adalah unta
yang berwarna abu-abu.
Musailamah ingin bersandar karena ia tidak bisa
menahan marah. Apabilan setan dalam diri Musailamah meninggalkannya, akan
keluar buih dari pelipisnya. Lalu Wahsyi bin Harb, maula Jubair bin
Muth’im, mendekati Musailamah dan melemparnya dengan tombak kecil. Tombak itu
tepat mengenai Musailamah dan tembus pada sisi tubuh yang lain. Abu Dujanah
Simak bin Khirasyah bersegera menuju Musailamah dan menebaskan pedang.
Musailamah akhirnya tersungkur tewas.
Seorang perempuan berteriak dari arah gedung,
“Pimpinan Wadha`ah telah dibunuh oleh seorang budak hitam.”
Jumlah pasukan kafir yang dibunuh di dalam kebun
dan di medan perang mendekati angka 10.000 korban, dan ada yang mengatakan
21.000. Sedangkan jumlah pasukan Islam yang meninggal berjumlah 600 orang, dan
ada yang mengatakan 500 orang. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar